Hukum merayakan ulangtahun dalam islam

Sebuah kebiasaan yang kini merebak di kalangan kaum muslimin, baik muda, maupun tua. Semuanya melakukan kebiasaan itu, yakni kebiasaan berulang tahun. Mereka memperingati hari kelahirannya dan bergembira padanya dengan melakukan acara dan pesta demi mengingat hari kelahirannya.
Kebiasaan ini, sekarang mulai dianggap lumrah oleh sebagian orang Islam, tanpa mau menelusuri hukumnya. Apakah ulang tahun itu boleh ataukah tidak? Kebiasaan ini harus kita kupas dan jelaskan hukumnya. Karena, dewasa ini kaum muslimin sukanya mengekor dan membebek saja kepada setiap orang, bahkan kepada kaum kafir.

Seorang penanya pernah melayangkan pertanyaan kepada seorang ulama besar yang dikenal dengan Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin -rahimahullah-. Si penanya berkata,
“Apakah merayakan hari ulang tahun bagi seorang anak dianggap tasyabbuh (menyerupakan diri) dengan kaum barat kafir ataukah ia adalah untuk menyenangkan jiwa dan memasukkan rasa gembira  di hati sang anak dan keluarganya?”

Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin -rahimahullah- menjawab,

“Merayakan hari ulang tahun tak akan lepas dari dua kondisi. Entah ia adalah ibadah atau ia adalah kebiasaan. Jika ia adalah ibadah, maka ia termasuk bid’ah (ajaran baru yang tak berdasar) dalam agama Allah.

Sungguh telah tsabit (benar) dari Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- adanya peringatan dari bahaya bid’ah dan bahwa ia adalah kesesatan. Beliau -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ و كُلَّ ضَلَالَةٍ في النار

“Waspadalah kalian dari perkara (agama) yang diada-ada. Karena, semua yang diada-ada merupakan bid’ah dan sesungguhnya bid’ah itu adalah kesesatan. Sedang kesesatan itu adalah di neraka”.

Atau entah ulang tahun tergolong kebiasaan. Jika ia tergolong kebiasaan, maka di dalamnya terdapat dua perkara yang terlarang.

Pertama, menganggap sesuatu yang bukan ied (hari raya) sebagai ied. Ini tergolong sikap lancang di hadapan Allah dan Rasul-Nya -Shallallahu alaihi wa sallam-. Dimana kita telah menetapkan suatu ied (hari raya) dalam Islam yang tak pernah Allah dan Rasul-Nya tetapkan sebagai ied. Tatkala Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- datang ke Kota Madinah, maka beliau mendapati dua hari bagi orang-orang Anshor yang mereka dahulu bermain-main di dalamnya dan menganggap keduanya adalah ied (hari raya). Karenanya, beliau bersabda,

إنَّ اللهُ أَبْدَلَكُمُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا: يَوْمً الْفِطْرِ وَيَوْمَ الأضحى

“Allah sungguh telah menggantikannya dengan hari yang lebih baik darinya, yaitu: Hari Iedul Adh-ha), dan Hari Iedul Fitri”.

Adapun perkara terlarang yang kedua, maka sesungguhnya di dalam perayaan ulang tahun terdapat tasyabbuh (penyerupaan diri) dengan musuh-musuh Allah (yakni, kaum kafir). Karena, kebiasaan ini bukanlah termasuk kebiasaan kaum muslimin. Mereka hanyalah mengadopsinya (mengambilnya) dari selain mereka.

Sungguh telah tsabit (benar) dari Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bahwa barangsiapa yang tasyabbuh (menyerupakan diri) dengan suatu kaum, maka ia tergolong kaum itu.

Kemudian banyaknya jumlah tahun (umur) bagi seorang manusia tidaklah terpuji, kecuali dalam keridhaan Allah -Azza wa Jalla- serta ketaatan kepada-Nya. Jadi, sebaik-baik manusia adalah orang yang panjang umurnya dan baik amalnya. Seburuk-buruk manusia, orang yang panjang umurnya, namun amalnya buruk

0 komentar:

Posting Komentar