Kalangan sosialita di Indonesia sepertinya
sudah banyak ditemukan,negara Indonesia yang notabene hanyalah negara
berkembang di wilayah Asia Tenggara. Jadi seorang sosialita adalah
seseorang yang memiliki karakter kuat untuk menggerakkan masyarakat,
membagi sesuatu yang lebih kepada orang lain untuk menghasilkan sesuatu
yang lebih. Sosialita adalah kalangan yang memang berasal dari keluarga
kaya atau seseorang yang berpengaruh dan punya kemampuan. Mereka mampu
menarik masyarakat menjadi sesuatu hal yang positif. Jadi, ada sosok
pribadi yang menonjol dalam diri sosialita, bukan berkelompok seperti
kebanyakan sosialita di Indonesia.
Sosok sosialita seharusnya memiliki
sesuatu yang dibanggakan dan mempunyai penghargaan atas dirinya, nilai
kemanusiaan dan kejujuran, dan bukan sesuatu yang semu. Sosialita harus
memiliki kepercayaan diri, menggali dan mempelajari kelebihan diri dan
tidak menggunakan topeng di balik sesuatu yang palsu dan semu.
Sosialita, terutama perempuan, harus menjadi inspirasi, memiliki
kekuatan dan karakter yang membanggakan, serta berkontribusi terhadap
masyarakatnya. Perempuan kalangan atas seharusnya tidak dilihat dan
menonjol karena menjadi istri tokoh ternama. Sosialita juga merupakan
suatu jejaring sosial yang sangat ekslusif yang tak bisa dimasuki oleh
sembarang orang, meskipun dia seorang pejabat negara, selebritas,
pengusaha apalagi rakyat biasa. Penampilan mereka di depan publik pun
biasanya sangat fashionable. Di Amerika Serikat, sosialita kali pertama
muncul sebagai akibat konsentrasi kekayaan kaum borjuis dalam rentang
1877-1893. Di Indonesia sosok sosialita dalam arti sebenarnya bisa
didapati dari diri Dewi Soekarno.
Pengertian sosialita di Indonesia sudah
salah kaprah. Mengapa bisa dibilang begitu?. Ini karena mereka
berkontribusi terhadap masyarakat secara berkelompok. Kalaupun mereka
mengadakan penggalangan dana, misalnya, mereka beramal ramai-ramai,
tidak ada sosok yang menonjol. Gaya hidup yang dijalani sebatas untuk
mendapatkan pengakuan atas kekayaannya, untuk membangun citra diri semu.
Perempuan berpenghasilan tinggi dengan gaya hidup sekelas sosialita
boleh jadi jumlahnya tidak banyak di Indonesia mereka yang terjebak
dalam kesenangan, tak mampu menunda kesenangan, dan menikmati
penderitaan sementara adalah kalangan yang fokus pada lifestyle dan
mengabaikan wealthstyle. Gaya hidup tak sesuai kemampuan kemudian
mendorong mereka cenderung mengambil jalan pintas dengan menghalalkan
segala cara. Kasus Malinda Dee menjadi contoh nyata keberadaan sosialita
semacam ini di Indonesia. Mereka ingin merasakan kenyamanan yang semu.
Kalangan ini tak mampu hidup dalam ketidaknyamanan dan menjadi manusia
yang tak bertumbuh.
Kebanyakan sosialita di
Indonesia menghabiskan dana jutaan untuk perawatan tubuh dan kecantikan.
Biaya perawatan tubuh lebih tinggi dibandingkan anggaran belanja tas
yang bernilai ratusan juta per buahnya. Saat menghadiri pesta atau
peluncuran program bank yang bekerja sama dengan merek tertentu mereka
lebih banyak menghabiskan uang untuk manicure pedicure dan perawatan
lainnya. Mereka bahkan ada yang sudah tidak tahu caranya mencuci rambut
sendiri. Gaya hidup yang juga tinggi adalah, saat menghadiri pesta
mereka, harus mengenakan busana bermerek beserta aksesori dengan merek
sama dari ujung rambut ke ujung kaki. Jadi yang mengherankan yang
menonjol dari karakter sosialita di Indonesia adalah gaya hidupnya,
mereka saling menandingi dalam hal kepemilikan sejumlah barang bermerek
hingga barang mewah, termasuk kendaraan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)